Edukasi di Sekolah Pesisir Ternate Tingkatkan Pengetahuan Remaja soal Antibiotik hingga 83 Persen
Edukasi di Sekolah Pesisir Ternate Tingkatkan Pengetahuan Remaja soal Antibiotik hingga 83 Persen
Ternate, 22 Oktober 2025 oleh apt. Aditya Sindu Sakti, M.Si.
Ternate, Maluku Utara — Masalah penggunaan antibiotik tanpa resep dokter kini menjadi perhatian serius di wilayah pesisir. Sebuah program edukasi yang dilakukan oleh dosen dan mahasiswa Universitas Khairun (Unkhair) Ternate di SMP Negeri 10 Kelurahan Hiri, Kota Ternate, berhasil menunjukkan dampak nyata dalam meningkatkan literasi kesehatan remaja tentang penggunaan antibiotik secara rasional.
Kegiatan yang dipimpin oleh Muhammad Fakhrur Rajih Hi Yusuf, S.Farm., M.Si., Apt., bersama Ermalyanti Fiskia, S.Farm., M.Si., dan Rufaidah Azzahra, S.Farm., ini merupakan bentuk pengabdian kepada masyarakat yang berfokus pada pencegahan resistensi antibiotik sejak dini. Program ini berhasil meningkatkan rata-rata skor pengetahuan siswa dari 51 persen sebelum edukasi menjadi 83 persen setelah edukasi, berdasarkan hasil pre-test dan post-test terhadap 30 siswa peserta kegiatan.
“Edukasi interaktif dengan media visual seperti poster dan leaflet membuat siswa lebih mudah memahami bahaya resistensi antibiotik dan pentingnya menggunakan obat sesuai resep dokter,” ujar Fakhrur Rajih saat diwawancarai usai kegiatan. Ia menambahkan, kegiatan tersebut menjadi bagian dari misi FKIK Unkhair dalam mendukung literasi kesehatan masyarakat pesisir yang selama ini memiliki akses informasi terbatas.
Menurut data World Health Organization (WHO, 2023), resistensi antibiotik kini menjadi ancaman global yang berpotensi menurunkan efektivitas pengobatan dan meningkatkan angka kematian. Di Indonesia, penggunaan antibiotik tanpa resep masih sering terjadi, termasuk di wilayah pesisir yang memiliki akses terbatas terhadap tenaga medis dan layanan kesehatan.
Penelitian lokal yang dilakukan sebelumnya di sejumlah apotek di Kota Ternate menunjukkan bahwa hanya 18 persen masyarakat yang memiliki pengetahuan baik tentang antibiotik, sementara 39 persen masih tergolong kurang. Kondisi ini menjadi dasar penting bagi tim Unkhair untuk melakukan intervensi edukatif langsung di tingkat sekolah.
Melalui metode ceramah interaktif, diskusi kelompok, dan studi kasus, para siswa diajak mengenali perbedaan antara antibiotik dan obat biasa, memahami bahaya penggunaan antibiotik tanpa resep, serta belajar bagaimana resistensi antibiotik dapat terjadi di tubuh manusia. Tim juga membagikan poster edukatif dan leaflet yang ditempel di ruang kelas agar pesan kesehatan bisa tersampaikan secara berkelanjutan.
Perubahan Signifikan pada Pengetahuan Siswa
Hasil survei menunjukkan perubahan yang signifikan. Sebelum diberikan pelatihan, 9 siswa berada pada kategori pengetahuan rendah dan 12 siswa dalam kategori sedang. Setelah edukasi, tidak ada lagi siswa yang berada pada kategori rendah, dan 14 siswa mencapai kategori “sangat baik”. Rata-rata nilai peserta naik dari 5,1 menjadi 8,3 pada skala 10 poin.
Menurut Ermalyanti Fiskia, kegiatan ini menunjukkan bahwa pendekatan edukatif yang sederhana namun konsisten mampu menciptakan dampak nyata. “Kami ingin menjadikan sekolah-sekolah pesisir sebagai pionir dalam edukasi kesehatan masyarakat. Remaja adalah agen perubahan—mereka bisa membawa pemahaman ini ke keluarga dan lingkungannya,” ujarnya.
Temuan ini juga diperkuat dengan studi sejenis di wilayah pesisir lain, yang menunjukkan bahwa edukasi berbasis sekolah mampu meningkatkan kesadaran remaja terhadap kesehatan hingga lebih dari 30 persen. Media visual seperti poster dan video pendek terbukti meningkatkan daya ingat hingga 60 persen lebih baik dibandingkan metode ceramah konvensional.
Kegiatan yang berlangsung di SMPN 10 Hiri ini bukan sekadar penyuluhan sesaat. Tim pengabdian juga mendorong guru dan tenaga pendidik agar materi terkait penggunaan antibiotik dan pencegahan resistensi dapat diintegrasikan dalam kegiatan ekstrakurikuler sekolah. Langkah ini diharapkan dapat membentuk budaya sadar antibiotik di kalangan remaja sejak dini.
“Pencegahan resistensi antibiotik tidak bisa hanya dilakukan di rumah sakit. Harus dimulai dari pendidikan dasar, dari sekolah-sekolah di pelosok dan pesisir seperti ini,” tegas Fakhrur Rajih. Ia berharap kegiatan ini dapat diperluas ke wilayah kepulauan lain di Maluku Utara, termasuk Tidore dan Halmahera Barat.
Pihak sekolah, melalui Kepala SMPN 10 Hiri, menyambut baik kegiatan tersebut. “Kami sangat terbantu dengan adanya edukasi ini. Siswa-siswa kami jadi paham bahwa obat itu bukan sembarang diminum, dan antibiotik tidak boleh digunakan tanpa resep dokter,” ujarnya.
Dengan keberhasilan meningkatkan pengetahuan siswa hingga 83 persen, program edukasi ini menjadi contoh nyata bagaimana peran akademisi dapat menjembatani kesenjangan informasi kesehatan di daerah pesisir. Inisiatif serupa diharapkan dapat diperluas ke berbagai sekolah di Maluku Utara sebagai langkah strategis mendukung program nasional pengendalian resistensi antimikroba (AMR) dan Sustainable Development Goal (SDG) 3: Good Health and Well-Being.
HUBUNGI KAMI
Alamat:
Jl. Pertamina Kampus II Unkhair Gambesi Kota Ternate Selatan.
E-mail:
Telepon/Fax:
0921-3110901
0921-3110903
Hak Cipta © 2025 Program Studi S1 Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Khairun